Selasa, 14 Juni 2011

Jati diri




Semakin masa berubah, semakin peradaban tinggi, mengapa aku makin dilupakan, apa salah ku. Aku hanya membuat identitas bangsa ini jelas, kalau itu asli punya kita. Setiap waktu aku menunggu orang yang berbaik hati, menunjukan sikap bangganya terhadap identitas ini, berkoar-koar dijalan raya, membuat tempat tinggi atau bahkan membuat seminggu penuh hari-hari untuk menunjukan aku, memperkenalkan aku pada dunia luar, sehingga orang asing itu pun ingin memiliki sebagian dari diriku ini.

Disisi lain, keluarga mereka ingin sekali menggunakan jati diriku ini, tapi mengapa yang memiliki aku hanya cuek , diam, dan tak ada perhatian sama sekali sehingga tak ada seorang pun memilih aku dipilihan pertama.
Sebagian mereka lebih senang menggunakan punya tetangga, modernis, katanya, tapi aku bilang biasa saja, dia ya dia, aku ya aku.

Dibelahan Lain, “Hahahahaha, mari kita junjung tinggi hasil negeri ini, mencintai negeri ini full, mari flashback apa yang bisa kita banggakan dari mereka”, kata sang pemimpin menghabiskan kata-katanya untuk selalu mencintaiku.
Tapi, kenapa hanya dimulut saja, salahkah kalau hanya mengajak, bukan untuk mendalaminya.

Sekarang, akupun makin layu, kusam, tak terurus. Tapi aku masih bisa bangga terhadap perjuangan moyang kita, menunjukan jati diri negeri ini, tak kenal letih, darah bercucuran pun tak jadi halangan, yang penting merdeka, merdeka, sehingga aku pun dikenali hingga luar sana, kapan perlu seluruh dunia,

“Hehehe”, aku akan berjuang juga
Walaupun hanya sebuah jati diri.


                                    Oleh: Devinaldi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar