Sabtu, 09 Februari 2013


Mbok Jamu


Sebenarnya tidak ada keahlian khusus yang dimiliki oleh Mbok Ratna, perempuan tukang jamu yang sering mondar-mandir di kampung ini. Jamu yang dijualnya juga sama dengan jamu buatan orang lain. Namun, keramahan dan senyumanyalah yang membuat orang kampung ini selalu membeli jamu Mbok Ratna.
Kami memanggilnya dengan sebutan Mbok. Memang, sudah takdir seorang tukang jamu dipanggil dengan sebutan itu. Ia bertubuh gendut dengan tinggi hanya seadanya saja. Berperawakan cantik ala tukang jamu pada umumnya. Rambut yang diikat dan sekaan-akan terlihat seperti Srikandi. Senyumanya selalu hal yang wajib dikeluarkan sembari meminggul beban berat disertakan dengan botol-botol jamu. Tangan kanannya membawa sebuah ember yang berisikan air guna untuk mencuci gelas-gelas yang kotor sisa minuman orang lain. Dengan beban sebanyak itulah ia menyusuri kampung kami, dari gang ke gang, hingga kerumah yang harus dilalui oleh pematang sawah.
Setiap paginya, ketika semua orang kampung sini sedang bersiap-siap untuk melakukan aktivitas, Mbok Ratna telah duluan menjajakan jamu buatannya dengan berteriak kesana-sini, agar orang-orang kampung tahu keberadaannya dan akan memanggilnya. Memang, niat tulus yang terlontar dari mulut Mbok Ratna ialah menyemangati setiap kegiatan orang kampung yang pergi bekerja dengan jamu kuat yang dipunyanya.

“Kalau minum jamu buatanku, pasti semangat setiap melakukan aktivitas.” Katanya dengan polos.
Memang, hampir semua warga kampung ini adalah pelanggan tetap Mbok Ratna, tanpa disadari, setiap pulang menjajakan jualannya, kami selalu melihat isi botol yang ia pinggul setiap paginya kosong tanpa ada satupun yang tersisa. Obat-obat lain yang selalu ia bawa dalam bentuk plastik juga habis. Begitulah kami, selalu menaruh perhatian khusus ke Mbok Ratna. Selain orangnya cantik, bawaanya yang ramah dan selalu senyum ke setiap orang menjadi nilai plus.
Dia akan berhenti ke rumah-rumah yang berlangganan dengannya maupun kerumah-rumah yang memanggil namanya. Bukan setiap hari, tetapi satu kali dalam dua hari. Mbok Ratna memang pintar dalam mengatur jadwal jualannya. Hari ini ia habiskan semua jamunya di kampung kami, dan besoknya ia akan seperti ini ke kampung sebelah. Tidak aneh juga jika seorang tukang jamu mempunyai banyak kenalan dan selalu ditunggu oleh dua kampung yang bertetangga.
***
Kemudian kami ketahui sisi kehidupan yang dimiliki oleh Mbok Ratna. Kami tidak sangka, jika apa yang ia perlihatkan selama ini bertolak belakang dengan apa yang dimilikinya. Kami hanya menganggap jika seorang tukang jamu keliling yang ia tekuni setiap harinya mempunyai pendapatan yang pas-pasan untuk kebutuhan sehari-harinya. Jamu yang ia jajakan selama ini habis, mungkin hanya bisa memenuhi makan tiga kali sehari dan untuk membeli bahan-bahan mentah guna membuat jamu lagi. Tetapi tidak dengan apa yang kami ketahui sehari sebelum ia datang ke kampung ini untuk jualan.
Mbok Ratna memang tukang jamu dan kami beranggapan bahwa ia adalah wanita keturunan Jawa yang merantau ke kampung kami untuk bekerja sebagai tukang jamu. Berita ini awalnya datang dari Jamal, seorang petani yang semasa mudanya hidup dirantau orang. Ia memang jarang berada di kampung ini, lantaran ia tinggal dirumah mertuanya. Menurut saksi, Jamal pernah pernah melihat Mbok Ratna yang meneteng jamunya dan berkata kalau ia bukan wanita Jawa, melainan gadih Minang.
Dari pernyataan Jamal itulah kami mengetahui sisi kehidupan yang dimiliki oleh Mbok Ratna. Nama lengkapnya Ratna Sriwahyuni. Ia mempunyai dua orang anak, yang sulung laki-laki dan yang bungsu perempuan. Selama ini kami tahu kalau Mbok Ratna merupakan seorang Srikandi yang bekerja sendiri dan hidup sendiri. Kami mengatakan demikian, melihat dari perjuangannya untuk melanjutkan hidupnya setiap hari. Ternyata kami salah, ia hidup sendiri dikarenakan ia pisah dengan suami dan kedua anaknya.
Awalnya kami terkejut, ketika mengetahui Mbok Ratna mempunyai dua orang anak dan mampu menyekolahkan anaknya dengan uang yang ia dapatkan hanya dari jualan jamu. Tetapi tidak dengan apa yang ia jelaskan.
Semasa muda, Mbok Ratna pergi merantau ke pulau Jawa. Ia bekerja dengan seorang pengusaha jamu di bagian timur pulau Jawa. Setiap harinya ia menjajakan jamu buatan para pekerja. Dari pekerjaannya selama dirantau itulah ia mempunyai keahlian untuk membuat jamu, walaupun darah Minang ada di dalam dirinya.
Dia menikah dengan anak pengusaha jamu tempat ia bekerja. Mungkin Mbok Ratna mempunyai paras yang cantik dan berkepribadian baik sehingga anak pengusaha itu jatuh cinta dengannya. Dari hasil pernikahnnya itu, ia dikarunia dua orang anak yang sekarang sedang kuliah di Pulau Jawa.
Kami sempat bertanya-tanya dalam hati, kenapa ia tidak tinggal dengan suaminya dan mengapa harus jualan jamu di kampung kami, padahal ia menikah dengan anak pengusaha dan kenapa kami tidak pernah sedikitpun melihat Mbok Ratna dengan anak-anaknya, walaupun libur kuliah sekalipun. Tidak ada tanda-tanda kedua anak itu pulang kampung kerumah Ibunya.
***
Peristiwa itu terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu. Ketika Mbok Ratna masih tinggal dirumah suaminya. Ia sangat mencintai suaminya dan anak-anaknya. Tetapi hubungan pernikahan yang selama ini dijalaninya tidaklah berjalan dengan mulus. Awal pernikahan, ia dan suaminya sangat bahagia, apalagi ketika ia dikarunia dua orang anak. Tetapi kebahagian itu seakan-akan kandas di tengah jalan ketika ia mengetahui bahwa sang suami selingkuh dengan wanita lain.
Mbok Ratna sangat sedih akan kejadian itu. “Mungkin sulit bersuamikan orang kaya atau pengusaha, ketika bosan dengan istrinya, ia pergi dengan wanita lain”, kata-kata seperti itu yang terlontar dari mulut Mbok Ratna ketika ia menceritakan pengalaman pahitnya semasa muda. Setelah itu, ia bercerai dengan sang suami dan memilih pulang kampung. Betapa sedihnya lagi, ketika hak asuh anak dipegang penuh oleh suaminya.
***
Sekarang kami tahu, betapa tangguhnya Mbok Ratna dalam menjalani kehidupannya tanpa sang suami dan anak-anaknya. Ia memilih tinggal di kampung sebelah daripada tinggal dengan orangtuanya. Senyuman yang selalu diperlihatkan setiap hari seolah-olah bisa menutupi kesedihannya, dan kamipun tertipu dengan apa yang diperlihatkannya. Kami menyangka, ia adalah seorang Srikandi yang tangguh, tetapi dalamnya ia rapuh.
Mbok Ratna pernah berucap jika ia sangat merindukan kedua anaknya, dan ingin ketemu. Sudah lebih sepuluh tahun ia tidak mendapat kabar tentang anaknya, dan sekarang ia mengetahui kalau anaknya sudah kuliah dari Jamal, temannya semasa di rantau.
Mbok Ratna memang wanita tangguh. Ia menjalani profesinya ini dengan sungguh-sungguh. Setiap hari senyumannya dengan iringan beban yang dipikulnya menjadi penyemangat bagi kami untuk selalu menjalani hari-hari dengan semangat tanpa bermalas-malasan.
Pengalaman yang dimiliki Mbok Ratna memang menjadikan pelajaran tersendiri untuk kami. Betapapun sulitnya hidup ini dan betapun rapuhnya hati ini, kita harus bisa melihat hari esok dengan senyuman.
***
Pagi ini kami melihat ia seperti biasanya dan mungkin bertambah semangat untuk menjajani jamu buatannya. Buatan gadih Minang yang menimba ilmu di kota asli jamu. “Wanita yang hebat”, begitulah tutur kami setiap melihatnya.
Besoknya kami tidak melihat Mbok Ratna lagi, karena memang ia datang ke kampung ini sekali dalam dua hari. Tetapi lusa, kami juga tidak melihat Mbok Ratna jualan jamu. Sampai akhirnya kamu tahu, bahwa ia pergi ke pulau Jawa lantaran ingin bertemu dengan kedua anaknya. Rasa kangen dan ingin bertemu yang ia ceritakan, menjadi cambuk penyemangat ia untuk pergi guna bertemu dengan anak-anaknya.
Sejak kejadian itu, kami tidak pernah lagi melihat Mbok Ratna jualan jamu di kampung kami maupun di kampung sebelah. Kami tidak tahu, apakah ia kembali rujuk dengan suaminya atau ia tinggal bersama anak-anaknya.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar