Mbok Jamu
Sebenarnya
tidak ada keahlian khusus yang dimiliki oleh Mbok Ratna, perempuan tukang jamu
yang sering mondar-mandir di kampung ini. Jamu yang dijualnya juga sama dengan
jamu buatan orang lain. Namun, keramahan dan senyumanyalah yang membuat orang
kampung ini selalu membeli jamu Mbok Ratna.
Kami
memanggilnya dengan sebutan Mbok. Memang, sudah takdir seorang tukang jamu
dipanggil dengan sebutan itu. Ia bertubuh gendut dengan tinggi hanya seadanya
saja. Berperawakan cantik ala tukang jamu pada umumnya. Rambut yang diikat dan
sekaan-akan terlihat seperti Srikandi. Senyumanya selalu hal yang wajib
dikeluarkan sembari meminggul beban berat disertakan dengan botol-botol jamu.
Tangan kanannya membawa sebuah ember yang berisikan air guna untuk mencuci
gelas-gelas yang kotor sisa minuman orang lain. Dengan beban sebanyak itulah ia
menyusuri kampung kami, dari gang ke gang, hingga kerumah yang harus dilalui
oleh pematang sawah.
Setiap
paginya, ketika semua orang kampung sini sedang bersiap-siap untuk melakukan
aktivitas, Mbok Ratna telah duluan menjajakan jamu buatannya dengan berteriak
kesana-sini, agar orang-orang kampung tahu keberadaannya dan akan memanggilnya.
Memang, niat tulus yang terlontar dari mulut Mbok Ratna ialah menyemangati
setiap kegiatan orang kampung yang pergi bekerja dengan jamu kuat yang
dipunyanya.
“Kalau
minum jamu buatanku, pasti semangat setiap melakukan aktivitas.” Katanya dengan
polos.
Memang,
hampir semua warga kampung ini adalah pelanggan tetap Mbok Ratna, tanpa
disadari, setiap pulang menjajakan jualannya, kami selalu melihat isi botol
yang ia pinggul setiap paginya kosong tanpa ada satupun yang tersisa. Obat-obat
lain yang selalu ia bawa dalam bentuk plastik juga habis. Begitulah kami,
selalu menaruh perhatian khusus ke Mbok Ratna. Selain orangnya cantik, bawaanya
yang ramah dan selalu senyum ke setiap orang menjadi nilai plus.
Dia
akan berhenti ke rumah-rumah yang berlangganan dengannya maupun kerumah-rumah
yang memanggil namanya. Bukan setiap hari, tetapi satu kali dalam dua hari.
Mbok Ratna memang pintar dalam mengatur jadwal jualannya. Hari ini ia habiskan
semua jamunya di kampung kami, dan besoknya ia akan seperti ini ke kampung
sebelah. Tidak aneh juga jika seorang tukang jamu mempunyai banyak kenalan dan
selalu ditunggu oleh dua kampung yang bertetangga.
***
Kemudian
kami ketahui sisi kehidupan yang dimiliki oleh Mbok Ratna. Kami tidak sangka,
jika apa yang ia perlihatkan selama ini bertolak belakang dengan apa yang
dimilikinya. Kami hanya menganggap jika seorang tukang jamu keliling yang ia
tekuni setiap harinya mempunyai pendapatan yang pas-pasan untuk kebutuhan
sehari-harinya. Jamu yang ia jajakan selama ini habis, mungkin hanya bisa
memenuhi makan tiga kali sehari dan untuk membeli bahan-bahan mentah guna
membuat jamu lagi. Tetapi tidak dengan apa yang kami ketahui sehari sebelum ia
datang ke kampung ini untuk jualan.
Mbok
Ratna memang tukang jamu dan kami beranggapan bahwa ia adalah wanita keturunan Jawa
yang merantau ke kampung kami untuk bekerja sebagai tukang jamu. Berita ini
awalnya datang dari Jamal, seorang petani yang semasa mudanya hidup dirantau
orang. Ia memang jarang berada di kampung ini, lantaran ia tinggal dirumah
mertuanya. Menurut saksi, Jamal pernah pernah melihat Mbok Ratna yang meneteng
jamunya dan berkata kalau ia bukan wanita Jawa, melainan gadih Minang.
Dari
pernyataan Jamal itulah kami mengetahui sisi kehidupan yang dimiliki oleh Mbok
Ratna. Nama lengkapnya Ratna Sriwahyuni. Ia mempunyai dua orang anak, yang
sulung laki-laki dan yang bungsu perempuan. Selama ini kami tahu kalau Mbok
Ratna merupakan seorang Srikandi yang bekerja sendiri dan hidup sendiri. Kami
mengatakan demikian, melihat dari perjuangannya untuk melanjutkan hidupnya
setiap hari. Ternyata kami salah, ia hidup sendiri dikarenakan ia pisah dengan
suami dan kedua anaknya.
Awalnya
kami terkejut, ketika mengetahui Mbok Ratna mempunyai dua orang anak dan mampu
menyekolahkan anaknya dengan uang yang ia dapatkan hanya dari jualan jamu.
Tetapi tidak dengan apa yang ia jelaskan.
Semasa
muda, Mbok Ratna pergi merantau ke pulau Jawa. Ia bekerja dengan seorang
pengusaha jamu di bagian timur pulau Jawa. Setiap harinya ia menjajakan jamu
buatan para pekerja. Dari pekerjaannya selama dirantau itulah ia mempunyai
keahlian untuk membuat jamu, walaupun darah Minang ada di dalam dirinya.
Dia
menikah dengan anak pengusaha jamu tempat ia bekerja. Mungkin Mbok Ratna
mempunyai paras yang cantik dan berkepribadian baik sehingga anak pengusaha itu
jatuh cinta dengannya. Dari hasil pernikahnnya itu, ia dikarunia dua orang anak
yang sekarang sedang kuliah di Pulau Jawa.
Kami
sempat bertanya-tanya dalam hati, kenapa ia tidak tinggal dengan suaminya dan
mengapa harus jualan jamu di kampung kami, padahal ia menikah dengan anak
pengusaha dan kenapa kami tidak pernah sedikitpun melihat Mbok Ratna dengan
anak-anaknya, walaupun libur kuliah sekalipun. Tidak ada tanda-tanda kedua anak
itu pulang kampung kerumah Ibunya.
***
Peristiwa
itu terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu. Ketika Mbok Ratna masih tinggal
dirumah suaminya. Ia sangat mencintai suaminya dan anak-anaknya. Tetapi
hubungan pernikahan yang selama ini dijalaninya tidaklah berjalan dengan mulus.
Awal pernikahan, ia dan suaminya sangat bahagia, apalagi ketika ia dikarunia dua
orang anak. Tetapi kebahagian itu seakan-akan kandas di tengah jalan ketika ia
mengetahui bahwa sang suami selingkuh dengan wanita lain.
Mbok
Ratna sangat sedih akan kejadian itu. “Mungkin sulit bersuamikan orang kaya
atau pengusaha, ketika bosan dengan istrinya, ia pergi dengan wanita lain”,
kata-kata seperti itu yang terlontar dari mulut Mbok Ratna ketika ia
menceritakan pengalaman pahitnya semasa muda. Setelah itu, ia bercerai dengan
sang suami dan memilih pulang kampung. Betapa sedihnya lagi, ketika hak asuh
anak dipegang penuh oleh suaminya.
***
Sekarang
kami tahu, betapa tangguhnya Mbok Ratna dalam menjalani kehidupannya tanpa sang
suami dan anak-anaknya. Ia memilih tinggal di kampung sebelah daripada tinggal
dengan orangtuanya. Senyuman yang selalu diperlihatkan setiap hari seolah-olah
bisa menutupi kesedihannya, dan kamipun tertipu dengan apa yang
diperlihatkannya. Kami menyangka, ia adalah seorang Srikandi yang tangguh,
tetapi dalamnya ia rapuh.
Mbok
Ratna pernah berucap jika ia sangat merindukan kedua anaknya, dan ingin ketemu.
Sudah lebih sepuluh tahun ia tidak mendapat kabar tentang anaknya, dan sekarang
ia mengetahui kalau anaknya sudah kuliah dari Jamal, temannya semasa di rantau.
Mbok
Ratna memang wanita tangguh. Ia menjalani profesinya ini dengan
sungguh-sungguh. Setiap hari senyumannya dengan iringan beban yang dipikulnya
menjadi penyemangat bagi kami untuk selalu menjalani hari-hari dengan semangat
tanpa bermalas-malasan.
Pengalaman
yang dimiliki Mbok Ratna memang menjadikan pelajaran tersendiri untuk kami.
Betapapun sulitnya hidup ini dan betapun rapuhnya hati ini, kita harus bisa
melihat hari esok dengan senyuman.
***
Pagi
ini kami melihat ia seperti biasanya dan mungkin bertambah semangat untuk
menjajani jamu buatannya. Buatan gadih
Minang yang menimba ilmu di kota asli jamu. “Wanita yang hebat”, begitulah
tutur kami setiap melihatnya.
Besoknya
kami tidak melihat Mbok Ratna lagi, karena memang ia datang ke kampung ini
sekali dalam dua hari. Tetapi lusa, kami juga tidak melihat Mbok Ratna jualan
jamu. Sampai akhirnya kamu tahu, bahwa ia pergi ke pulau Jawa lantaran ingin
bertemu dengan kedua anaknya. Rasa kangen dan ingin bertemu yang ia ceritakan,
menjadi cambuk penyemangat ia untuk pergi guna bertemu dengan anak-anaknya.
Sejak
kejadian itu, kami tidak pernah lagi melihat Mbok Ratna jualan jamu di kampung
kami maupun di kampung sebelah. Kami tidak tahu, apakah ia kembali rujuk dengan
suaminya atau ia tinggal bersama anak-anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar